
AI Bisa "Baca" Buku Tanpa Melanggar Hak Cipta?
Dunia kecerdasan buatan (AI) tengah diramaikan oleh keputusan penting dari seorang hakim di Amerika Serikat. Keputusan ini lahir dari gugatan yang dilayangkan oleh para penulis terhadap perusahaan AI ternama, Anthropic. Inti dari perkara ini adalah bagaimana perusahaan AI, yang didirikan oleh mantan peneliti OpenAI, menggunakan karya-karya buku milik para penulis untuk melatih algoritma mereka. Para penulis merasa hak cipta mereka dilanggar, namun hakim menemukan nuansa penting dalam beberapa jenis penggunaan karya tersebut.
Kronologi Kasus Pelanggaran Hak Cipta AI
Kasus ini bermula dari gugatan yang diajukan oleh lima orang penulis terhadap Anthropic. Mereka menuduh Anthropic menggunakan buku-buku yang dilindungi hak cipta tanpa izin untuk melatih model AI mereka. Hakim William Alsup, yang memimpin persidangan, mengeluarkan dua putusan krusial.
Putusan Kunci Hakim Alsup
Pertama, hakim menilai bahwa pemindaian buku-buku cetak untuk dijadikan "perpustakaan riset" internal Anthropic termasuk dalam kategori fair use atau penggunaan yang wajar. Argumennya adalah tindakan ini bersifat transformatif, yaitu mengubah bentuk dan tujuan penggunaan karya asli, serta tidak disebarluaskan kepada publik. Dengan kata lain, AI Anthropic diperbolehkan untuk "belajar" dari buku-buku fisik yang mereka pindai.
Namun, putusan ini tidak berlaku secara universal. Terhadap buku-buku yang berbentuk e-book dan diperoleh melalui cara ilegal (unduhan bajakan), hakim memberikan penegasan tegas: penggunaannya tidak termasuk dalam kategori fair use. Oleh karena itu, aspek inilah yang akan dilanjutkan ke persidangan dengan juri. Keputusan ini menetapkan garis batas yang jelas: meski AI memiliki hak untuk belajar, sumber "materi belajar" tersebut harus diperoleh secara legal.
Di balik layar, para penulis yang menggugat merasa karya mereka telah dieksploitasi secara tidak adil. Di sisi lain, Anthropic, yang didirikan oleh mantan peneliti OpenAI, memiliki ambisi besar dalam pengembangan AI. Salah satu pendirinya, Ben Mann, dilaporkan pernah mengunduh perpustakaan buku bajakan. Untuk memperkuat tim akuisisi buku, Anthropic juga merekrut Tom Turvey, mantan kepala kemitraan proyek pemindaian buku Google.
Latar belakang kasus ini sendiri sudah ada sejak awal tahun 2021, ketika Anthropic didirikan dan mulai mengumpulkan data buku. Putusan summary judgment (putusan tanpa perlu sidang lengkap) ini baru dirilis belakangan.
Implikasi Finansial Anthropic
Beredar pula informasi bahwa pada tanggal 6 September 2025, Anthropic telah menyelesaikan gugatan kelas terkait perkara ini dengan membayar ganti rugi sebesar 1,5 miliar Dolar AS, sebuah angka fantastis yang menegaskan keseriusan masalah ini.
Latar Belakang & Argumen Perkara AI dan Penulis
Perkara ini memang berakar di Amerika Serikat, melibatkan sistem peradilan AS. Anthropic beroperasi sebagai perusahaan AI di negara tersebut. Sumber data pelatihan AI mereka awalnya berasal dari perpustakaan daring seperti Books3 dan Library Genesis (LibGen), yang seringkali menjadi sarang konten bajakan. Kemudian, untuk merespons potensi masalah hukum, mereka beralih ke strategi yang dianggap lebih aman, yaitu membeli jutaan buku fisik dan memindainya.
Alasan utama para penulis mengajukan gugatan adalah untuk melindungi hak cipta karya mereka dan mendapatkan kompensasi yang layak atas penggunaan tanpa izin. Sementara itu, Anthropic berargumen bahwa penggunaan buku untuk melatih AI masuk dalam doktrin fair use, yang mengizinkan penggunaan materi berhak cipta dalam batas tertentu tanpa perlu persetujuan pemiliknya.
Metode Pelatihan AI: Transformasi vs. Pelanggaran
Proses "belajar" AI Anthropic cukup menarik. Awalnya, mereka mengunduh jutaan e-book ilegal dari berbagai sumber daring. Namun, karena potensi masalah hukum yang mulai terendus, strategi mereka berubah. Mereka mulai membeli jutaan buku cetak, kemudian memindainya ke dalam format digital untuk dijadikan koleksi riset internal.
Hakim menilai pemindaian dan penggunaan internal buku cetak ini memiliki sifat transformatif, sehingga memenuhi syarat fair use. Namun, untuk kasus e-book bajakan yang diunduh langsung, pandangan hakim berbeda, menolaknya sebagai fair use.
Keputusan hakim ini dapat dianggap sebagai kemenangan signifikan bagi perusahaan AI seperti Anthropic. Mereka berhasil menunjukkan bahwa penggunaan buku cetak yang dipindai untuk tujuan riset AI dapat dianggap legal. Hal ini merupakan pengakuan terhadap sifat transformatif dalam pengembangan AI.
Namun, keputusan ini juga menetapkan batas yang jelas: penggunaan langsung e-book bajakan tidak dapat dibenarkan. Keputusan ini membuka jalan bagi perdebatan hukum lebih lanjut mengenai cara AI memperoleh data latihnya secara etis dan legal. Dan tentu saja, Anthropic harus bersiap untuk menghadapi implikasi finansial yang besar demi menyelesaikan masalah ini.